"Walau tak ada yang sempurna, hidup ini indah apa adanya".
Kutipan diatas mungkin kata yang tepat untuk menggambarkan bagaimana hidup itu seharusnya, menurut saya. Untaian kata ini saya temukan dalam salah satu buku terbaik dalam rak buku saya, Filosofi Kopi. Bagian pertama buku ini begitu menyentak. Menceritakan mengenai seseorang yang bermimpi menjadi sempurna. Sadar bahwa tidak ada kesempurnaan didunia ini, sang pemimpi sadar dan kembali menuju realita. Dee. Begitu namanya dikenal. Menggambarkannya begitu jelas dan tegas. Tak heran jika mengakar dibenak saya, kemudian menjadi sebuah inspirasi. Bukan sekedar soal tulisan, ini lebih jauh lagi. Cara menikmati hidup. Ya, ini bagaikan meneguk secangkir kopi, hidup harus dengan gaya, sekali lagi menurut saya. Setiap tegukan akan sangat berarti. Karena itu tidak bisa diulang lagi. Lakukan itu dengan indah, dan anda pasti akan merasakan maknaya. Berbincang mengenai gaya, itu terserah anda seperti apa. Tapi ingatlah, baik dan benar menurut anda tidak selalu sama dengan orang lain. Baris awal dari kalimat kutipan diatas menggambarkan segalanya. Tidak pernah sempurna. Tidak untuk anda, begitu pun saya. Sabar pun menjadi kunci dari segalanya.
Akrab tentunya bagi kita, film "Kiamat Sudah Dekat" yang nyaris satu dekade dirilis dilayar kaca Indonesia. Satu pembicaraan yang paling saya ingat adalah mengenai ketabahan. "Iklas itu tidak pernah mudah". Seperti itulah kira-kira. Lalu apa?
Menghubungkan antara ikhlas dan sabar adalah hal termudah yang saya ketahui untuk dikerjakan dengan kata-kata 'sakral' tersebut. Ini tidak pernah mudah. Tapi dampaknya saya yakin akan luar biasa. Lama, kuat dan berarti. Itulah yang akan terjadi. Namun jika terlalu penuh, kadang teko ego dalam diri kita tidak terkontrol. Harus ditumpahkan. Entah kemana. Itu adalah titik dimana kita diuji, sebagai seorang manusia. Memang tidak ada yang sesempurna Ilahi. Tapi mencobanya tidak salah kan? Coba saja.